Sabtu, 14 Juni 2008

Kualitas Pelayanan Publik di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember

HABBATUSSAUDA MENGOBATI SEGALA MACAM PENYAKIT KECUALI KEMATIAN (HR. BUKHARI - MUSLIM)MADU OBAT YANG MENYEMBUHKAN BAGI MANUSIA (QS: AN-NAHL: 69) UNTUK PEMESANAN HUBUNGI BIN MUHSIN DI HP 085227044550 EMAIL: binmuhsin_group@yahoo.co.id ECERAN PERBOTOL ISI 100 KAPSUL 25000 (DEPKES & MUI)Madu Habbatussauda eceran Rp.50.000,-
===
sumber:
http://www.contohskripsitesis.com/backup/skripsi/administrasi%20publik_1.htm

Abstrak

Almost every day, in various mass media, especially in newspapers, it is found that there are so many complaints and unsatisfactory from the community, as the customer, towards the current implementation of public service. This complaints and unsatisfactory from the community, as customer service, at least can describe how bad the quality of the current public service is that enjoyed by the community. Perhaps, it is the right time for the community to be treated as citizen, who later will have rights and give priority to their rights for being served. They are not anymore being considered as client who previously have no any choice in choosing and have no choice to determine what kind of service that they really want to. There are so many results from research, seminar and writings that are worked by experts in which their works are talking about the implementation of a good and qualified public service. As far as this present day, however, the qualified public service has not yet implemented as should have been. The implementation of public service still acts as however it please to be and only emphasize on its own interest without considering the consumer’s importance as the party who really should be served as well as possible. For this reason, a research, which is done in Service Integrated Unit of the Jember Regency, tries to find out any factors that affecting quality of the public service. The main core of the public service implementation is the quality of norm of the service executor. The matter that should be realized is that the executor is the person who should serve for the community and the community is the one who should be served as well as possible.

Bab I

Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yang meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa publik bahkan dimulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa oleh dokter pemerintah atau dokter yang dididik di universitas negeri, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan di universitas negeri, menikmati bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam-macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar dan surat kematian untuk mendapatkan kapling di tempat pemakaman umum (TPU).

Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu negara. Negara-negara yang menyatakan diri sebagai negara sosialis cenderung memiliki ruang lingkup pelayanan lebih luas dibandingkan negara-negara kapitalis. Tetapi luasnya cakupan pelayanan dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan dan jasa publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber daya melalui mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara yang pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan pencapaian kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, pelayanan publik tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang bagi praktek-praktek korupsi.

Sebagai bagian dari sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat dengan norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup pelayanan publik yang sangat luas. Sayangnya, pelayanan publik yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka serta proses politik yang demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan dengan pengadaan produk-produk pelayanan publik yang bersifat kewajiban seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Izin Mengemudi (SIM), Pasport, dan lain-lain.

Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis produk tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya transaksi tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola korupsi dengan menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki dampak yang sangat luas.
Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi tersebut? Teramat sulit tentunya menjawab pertanyaan ini, kendati jawabannya merupakan bagian terpenting dari strategi pemberantasan korupsi di sektor publik. Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan publik, berikut biaya-biaya transaksinya menjadi elemen penting dari strategi pemberantasan korupsi.

Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur) harus mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip catalitic government, mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak sebagai katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Dalam konteks ini, fungsi pemerintah lebih dititikberatkan sebagai regulator dibanding implementator atau aktor pelayanan. Sebagai imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves). Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering rather than rowing.

Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau inovasi manajemen pemerintahan di daerah. Artinya, pembentukan organisasi ini secara empirik telah memberikan hasil berupa peningkatan produktivitas pelayanan umum minimal secara kuantitatif. Dalam konteks teori Reinventing Government, pembentukan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ini telah menghayati makna community owned, mission driven, result oriented, costumer oriented, serta anticipatory government.

Oleh karena itu, inovasi pembentukan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ini perlu dikembangkan lagi dengan penemuan-penemuan baru dalam praktek manajemen pemerintahan di daerah. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan dalam hal ini adalah penyediaan jasa-jasa pelayanan kedalam beberapa alternatif kualitas. Jenis pelayanan yang secara kualitatif lebih baik dapat dikenakan biaya yang agak mahal, sementara jasa pelayanan standar dikenakan biaya atau tarif yang standar pula. Pemasukan dari jenis pelayanan yang relatif mahal, akan dapat dipergunakan untuk membiayai pelayanan yang lebih murah, melalui mekanisme subsidi silang (cross subsidi). Dengan cara demikian, diharapkan institusi dapat membiayai sendiri kebutuhan operasionalnya, dengan tidak mengorbankan fungsi pelayanan yang menjadi tugas utamanya.

Selain itu, fenomena di atas juga menunjukkan bahwa masyarakat yang belum terlayani masih lebih besar dibandingkan masyarakat yang sudah terlayani. Kenyataan tersebut disebabkan selain karena faktor geografis juga oleh lemahnya pelayanan oleh petugas baik secara administratif maupun teknis. Untuk itu Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sebagai organisasi pelaksana harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan, karena pada hakikatnya kualitas ditentukan hanya oleh pelanggan (Coupet dalam Osborne dan Gaebler, 1992).
Kenyataan tersebut tidak saja disebabkan oleh berbagai hambatan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan masih ada hal lain yang menjadi penyebabnya, seperti dalam memberikan pelayanan publik tidak diikuti oleh peningkatan kualitas birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Kita semua menyadari pelayanan publik selama ini bagaikan rimba raya bagi banyak orang. Amat sulit untuk memahami pelayanan yang diselenggarakan oleh birokrasi publik. Masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka berhadapan dengan birokrasi. Amat sulit memperkirakan kapan pelayanan itu bisa diperolehnya. Begitu pula dengan harga pelayanan. Harga bisa berbeda-beda tergantung pada banyak faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh para pengguna jasa. Baik harga ataupun waktu seringkali tidak bisa terjangkau oleh masyarakat sehingga banyak orang yang kemudian enggan berurusan dengan birokrasi publik.

Dari uraian diatas telah disebutkan bahwa keberadaan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) secara empirik telah berhasil mendongkrak efisiensi dan produktivitas pelayanan publik. Namun perlu digarisbawahi pula bahwa selain pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP), fungsi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sesungguhnya tidak lebih sebagai front liner dalam penyelenggaraan pelayanan tertentu. Artinya, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) memfungsikan dirinya sebagai ‘loket’ penerima permohonan yang akan dilanjutkan prosesnya kepada Dinas/Instansi fungsionalnya masing-masing. Dalam kondisi demikian, maka pembentukan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) justru dapat dipersepsikan sebagai ‘penambahan rantai birokrasi’ dalam pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menghindari kesan yang negatif ini, maka mau tidak mau Unit Pelayanan Terpadu (UPT) harus dapat bekerja secara profesional, dalam pengertian bahwa meskipun terjadi penambahan rantai birokrasi, namun proses penyelesaian jasa pelayanan dapat dilakukan secara lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik pula.
Pada dasarnya penelitian tentang kualitas pelayanan publik ini penting untuk dilakukan, dikarenakan masyarakat sebagai customer service belum merasa puas baik dari segi waktu, biaya dan mutu pelayanan yang selama ini diberikan. Untuk itu penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik terutama yang dilaksanakan di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember.

Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember ini termasuk masih berusia muda juga, sampai saat ini pelaksanaannya masih berjalan kurang lebih 4 (empat) tahun, awal pendiriannya pada tahun 1998 yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Jember nomor 58 tahun 1998 tentang Pelaksanaan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) di Kabupaten Jember.

Namun, dalam perjalanannya masih banyak dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Telah banyak cerita atau pengalaman dari sebagian atau bahkan hampir semua masyarakat sebagai pengguna dari pelayanan publik yang mengeluhkan terhadap pelayanan yang telah diberikan oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember tersebut. Melalui studi awal (Desember 2001) yang telah dilakukan, berikut ini disajikan fenomenanya yang diperoleh melalui kumpulan kliping surat kabar tentang pelayanan melalui Bagian Humas Pemda Kabupaten Jember.

Saya dan keluarga bingung, stress dan luar biasa cemasnya. Sudah beberapa malam sulit tidur...entah apa yang akan terjadi di kemudian hari. Sudah setahun lebih bermukim di kota ini, kami belum mempunyai identitas penduduk sama sekali. Padahal telah lama kami megajukan permohonan pengurusan identitas penduduk, nyatanya sampai saat ini keinginan kami itu belum terwujud. Waktu dan dana yang tidak sedikit jumlahnya telah dikeluarkan dan hingga kini kami menemui banyak kesulitan dalam pengurusan segala sesuatu yang membutuhkan identitas penduduk (Lentera, Oktober 2000).

Saya mengurus IMB lewat kenalan saya yang bekerja di Dinas Tata Kota, nyatanya sampai bertahun-tahun belum selesai-selesai juga. Kalau saya tanya, bagaimana caranya supaya IMB cepat selesai? Jawabnya, kalau orang Tata Kota masih diam, berarti belum selesai, ya kita diamkan saja...ditunggu saja (Lentera, Maret 2001).

Saya dan keluarga berencana akan mendirikan usaha kecil-kecilan di jaman yang semakin susah ini, sekalian untuk tambahan penghasilan. Sudah saya urus perijinanya dan untuk tempat usahanya. Tetapi, nyatanya hingga sekarang surat ijin tersebut belum selesai-selesai juga (Lentera, Agustus 2001).

Saya paling malas kalau harus mengurus surat-surat atau apapun yang ada hubungannya dengan Pemda. Pasti ujung-ujungnya sudah lama ngurusnya, birokrasinya berbelit-belit, keluar uang banyak lagi. Disuruh ngurus inilah...kurang itulah...apalah. Pusing!! (Lentera, Desember 2001).

Dari data pada tabel 1 tersebut, masih terdapat adanya keluhan atau ketidakpuasan masyarakat akan hasil pelayanan, jelas terlihat bahwa keluhan masyarakat akan menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab, inti dari pelayanan publik mempunyai tujuan akhir yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan yang diterima masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan untuk menyuguhkan penelitian dan penulisan tesis dengan judul : Kualitas Pelayanan Publik di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember.
Untuk menghindari kesan yang negatif ini, maka mau tidak mau Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember harus dapat bekerja secara profesional, dalam pengertian bahwa meskipun terjadi penambahan rantai birokrasi, namun proses penyelesaian jasa pelayanan dapat dilakukan secara lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik pula.

2. Perumusan Masalah

Berbagai macam keluhan masyarakat dan masih belum juga merasa puas terhadap penyelengaraan pelayanan, hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan masih sangat rendah. Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember. Fungsi-fungsi yang seharusnya sudah dijalankan ternyata belum secara memuaskan dilaksanakan. Usia yang relatif masih muda mungkin dapat disebut sebagai faktor penyebabnya. Hal ini setidaknya dapat menjadi titik tolak bagi penyempurnaan sistem pelayanan yang selama ini dilakukan, adapun perumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Mengapa kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember belum mencapai sasaran ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember ?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut seperti yang telah diuraikan diatas, penulis dalam mengadakan penelitian tersebut memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi dan memperoleh gambaran tentang berbagai persoalan yang muncul dalam pelaksanaan pelayanan di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember.
3. Merumuskan langkah-langkah dan memberikan rekomendasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember.

4. Sistematika Penulisan Tesis

Dalam penulisan Tesis ini, sistematika penulisannya akan terbagi menjadi :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan. Bab ini merupakan pengantar yang akan memudahkan untuk memahami bab-bab selanjutnya.

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL
Pada bab ini berisi tentang konsep-konsep dan teori yang berkaitan dengan kualitas pelayanan publik yang menjadi masalah dalam penelitian. Bab ini menjadi acuan dasar dalam memecahkan masalah penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan tentang desain penelitian, deskripsi lokasi penelitian, responden dan sampel, definisi konsep dan operasional, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab ini diuraikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kabupaten Jember sesuai dengan indikator yang digunakan.

BAB V PENUTUP
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan bab-bab sebelumnya mengenai kualitas pelayanan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta memberikan beberapa saran atau rekomendasi dalam perbaikan kualitas pelayanan di masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN PAKET C, IJAZAH SMA, KEJAR PAKET C, HUBUNGI 085227044550

HABBATUSSAUDA EXTRAFIT 369

Arsip Blog